Beberapa hasil penelitian menunjukkan, terdapat hubungan positif antara peran ayah dalam pengasuhan dengan perkembangan anak yang meliputi perkembangan kognitif, emosional, dan sosial anak. Namun sayangnya, peran pengasuhan anak seringkali diserahkan sepenuhnya kepada sang Ibu dengan dalih kesibukan kerja yang menyita lebih banyak waktu sang Ayah.
Penelitian menunjukkan bahwa anak dengan kadar pendampingan ayah yang proporsional dalam pengasuhan sehari-hari, memiliki nilai Intelligence quotient (IQ) yang rata-rata lebih tinggi dibanding dengan anak yang tidak mendapatkan sentuhan peran ayah dalam kesehariannya. Hal ini disebabkan karena adanya stimulasi interaksi oleh ayah yang lebih menekankan eksplorasi analitis dan kritis sehingga dapat memicu perkembangan otak anak sejak dini. Melalui permainan yang cenderung bersifat analitis dan menantang, ayah secara tidak langsung mengajak anak untuk melakukan ekspansi kemampuan analitisnya yang jarang dilakukan bersama Ibu. Temuan ini diperkuat dengan hasil observasi lain yang menunjukkan bahwa peran ayah dalam pengasuhan sehari-hari memiliki keterkaitan dengan berkembangnya kemampuan kognitif dan bahasa pada anak yang berdampak positif pada prestasi akademik anak di sekolah.
Selain memiliki peran penting bagi perkembangan kognitif, dukungan aktif ayah dalam pengasuhan juga memiliki fungsi penting pada perkembangan emosi anak. Absennya peran positif ayah akan berdampak pada masalah emosi anak, terlebih bagi perkembangan emosi anak perempuan karena hubungan emosi antara ayah dan anak perempuan dinilai sangat kuat. Melalui ayahnya, anak perempuan mulai belajar untuk memiliki wawasan hidup dan kepercayaan diri untuk mengeksplorasi dunia luar, keberanian berspekulasi, termasuk gambaran mengenai interaksi dengan lawan jenis yang sangat menentukan pandangan hidup ke depan anak tersebut karena ayah merupakan model yang secara langsung menginspirasi kehidupan anak.
Sehingga dengan adanya dukungan emosi dari sang ayah dapat memberikan rasa aman, nyaman, dan percaya diri pada anak yang berdampak positif bagi perkembangan emosi anak. Penelitian membuktikan bahwa anak yang kehilangan dukungan emosi dari ayah akan memiliki masalah pada kemampuan penyelesaian masalah (problem-solving), kecemasan maupun tingkat stress yang tinggi. Sehingga, sikap suportif dan kooperatif ayah dalam pengasuhan anak sangat dianjurkan untuk mendapatkan emosi yang sehat pada anak.
Demikian pula halnya pada perkembangan sosial anak. Dengan adanya dukungan ayah dalam pengasuhan, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang mudah bersosialisasi. Interaksi yang intensif antara ayah dan anak sejak anak berusia dini merupakan stimulasi anak untuk dapat memahami strategi regulasi perasaan dan perilaku dalam bersikap. Berbeda dengan peran Ibu, interaksi anak dengan ayahnya lebih cenderung mengajarkan anak untuk lebih bersifat mandiri dan lebih bersikap pro sosial. Keikutsertaan ayah dalam proses pengasuhan berfungsi untuk memberikan sosok yang berbeda dari Sang Ibu, yaitu sosok yang saling melengkapi bagi anak.
Sebagai contoh, dalam proses bermain bersama, ayah cenderung bermain yang lebih bersifat motorik dan interaktif, sementara Ibu lebih memilih permainan yang mengandalkan komunikasi verbal. Melalui ayah, anak secara tidak langsung belajar tentang bagaimana cara untuk berinteraksi, menyelesaikan masalah, membangun hubungan timbal balik, dan mengeksplorasi dunia luar. Pada umumnya, ayah mengambil peran dalam proses pendewasaan, menumbuhkan kompetensi diri dan kepercayaan diri, rasa tanggung jawab dan sikap mandiri pada anak. Sementara itu, melalui sang Ibu, anak lebih belajar melakukan ekspansi kemampuan verbal, sifat empati, dan perasaan. Keduanya memiliki peran yang saling melengkapi bagi stimulasi perkembangan anak. Oleh karena itu, upaya ayah untuk dapat berbagi peran dengan Ibu sangat dibutuhkan dalam proses pengasuhan anak sehari-hari untuk mendapatkan perkembangan anak yang optimal.
Penulis :Yulina Eva Riany, Dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Institut Pertanian Bogor).