Pernah dengar istilah STEM? Istilah itu merujuk pada bidang Science (sains), Technology (teknologi), Engineering (teknik rekayasa), dan Mathematics (matematika).
Di Amerika, sejak tahun 1996, melalui NSF atau National Science Foundation (NSF), STEM telah menjadi bagian dari kurikulum pendidikan. Saat ini, kurikulum pendidikan STEM telah diterapkan oleh berbagai negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, Turki, Qatar, dan masih banyak lagi.
Menurut NSF, di masa depan, 80% pekerjaan mengharuskan para pekerjanya menguasai keterampilan di bidang sains, teknologi, teknik dan matematika. Tak hanya itu, melalui pendidikan berbasis STEM, siswa akan memiliki pola pikir yang logis, sistematis, serta kritis. Juga mampu meningkatkan soft skill para siswa. Mulai dari pemecahan masalah (problem solving) dengan cara yang efektif dan efisien, kesabaran, kerja sama tim, dan berbagai keahlian mental.
Secara sederhana, pendidikan berbasis STEM mengajak siswa untuk mengintegrasikan mata pelajaran dan mengkorelasikannya dengan kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran melibatkan tujuh keahlian utama bagi siswa abad 21, yaitu, kolaborasi, kreatif, berfikir kritis, komputerisasi, pemahaman budaya, dan mandiri dalam belajar dan berkarir.
Karena itu, untuk menjadikan generasi anak dan muda saat ini siap kerja, perlu diberikan pembekalan keterampilan STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts and Mathematics) serta pemberian gizi yang seimbang sejak usia dini.
Melalui STEM ini, anak didik diajarkan untuk tidak hanya pandai dalam bidang akademik namun juga dalam hal emosi sosial. Untuk menciptakan anak didik yang menguasai STEM itu, perlu kerjasama orang tua di rumah dan guru di sekolah. Di sekolah, peran guru penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak, maka di rumah, orang tua yang sangat berperan penting dalam mengusahakan tumbuh kembang anak yang optimal.