Tak terasa sebentar lagi anak Anda memasuki usia sekolah. Tentunya ada rasa cemas, takut dan khawatir memikirkan si kecil memasuki lingkungan yang baru.
Walaupun anak-anak dikatakan sudah pernah sekolah, namun aktivitas dan suasana di Taman Kanak-kanak (TK) jelas berbeda dengan Sekolah Dasar. Di TK, anak masih lebih banyak bermain. Sedangkan di tingkat SD, anak sudah diberi kewajiban tertentu dan akan dipacu untuk berlomba-lomba meraih prestasi.
Sebenarnya, sudah siapkah anak Anda memasuki usia sekolah? Menurut psikolog anak, Puji Lestari Prianto, M.Psi, kesiapan anak bersekolah tidak hanya dilihat dari kesiapan dan kematangan anak, tapi juga kesiapan orang tua untuk melepas anaknya bersekolah.
”Jika ibu dan ayah takut melepas anaknya ke sekolah, berarti orang tua belum siap menyekolahkan anaknya. Begitu pula jika ibu ayah melepas tanggung jawab dengan menyerahkan semua urusan anak ke sekolah, sebenarnya hal itu menunjukkan orang tua tidak siap melepas anaknya bersekolah,” kata Puji seperti dikutip dari modul Pendidikan Anak Usia Dini, Kemdikbud.
Selain lingkungan keluarga, lingkungan di sekitar anak juga turut memberikan sumbangan terhadap kesiapan anak memasuki dunia sekolah. ”Keadaan ini bisa dimengerti, karena interaksi anak dengan lingkungan teman sebaya maupun orang dewasa lain, dapat mempengaruhi perkembangan dirinya,” katanya.
Apa cirri-ciri anak siap bersekolah? Menurut Puji, usia bukan satu-satunya yang menentukan kesiapan anak memasuki usia sekolah. Ciri-ciri anak siap sekolah, antara lain, pertama, dari perkembangan fisik, antara lain, anak dapat berjalan di titian tanpa terjatuh, karena sudah lebih bisa mengontrol keseimbangan dirinya.
Selain itu, anak dapat memegang alat tulis dengan benar saat menulis atau menggambar sesuatu. Perkembangan fisik lainnya, anak mulai bisa memusatkan pandangannya pada benda-benda kecil.
”Itulah sebabnya anak dapat mengoordinasikan mata dan tangannya. Misalnya, anak bisa mengancingkan baju sendiri, menyusun balok atau memasukan balok sesuai dengan bentuknya,” kata Puji.
Ciri kedua, saat menggambar, anak dapat membuat coretan yang lebih bermakna. Gambar yang tadinya hanya garis-garis tak beraturan, dapat dibuat dalam bentuk tertentu seperti rumah, mobil, roda, bunga dan lainnya.
Ketiga, ketergantungan pada orang tua atau orang dewasa lainnya mulai berkurang. Anak mulai mandiri dan menunjukkan rasa tanggung jawabnya. ”Misalnya, anak bisa makan sendiri, habis bermain membereskan mainan sendiri dan bisa mandi sendiri meskipun belum terlalu bersih,” katanya.
Keempat, anak sangat menyukai kegiatan yang dipilih sendiri dan ia sangat menikmatinya. Kelima, anak mulai bisa berkonsentrasi dan dapat memusatkan perhatiannya, termasuk koordinasi mata dan tangan. Keenam, anak dapat berbagi dan bermain bersama-sama dengan temannya. Ketujuh, anak senang berbicara dan melontarkan pertanyaan yang cukup ‘rumit’. *Bunga Kusuma Dewi