Masyarakat Indonesia pada umumnya menganut sistem patrilineal. Ayah berperan sebagai kepala keluarga dan melekat pula kewajiban sebagai pencari nafkah.
Keterbatasan waktu sebagai pencari nafkah, pengasuhan anak lebih cenderung dilakukan oleh ibu. Minimnya peran ayah dalam pengasuhan, tergambar dalam berbagai macam kegiatan di sekolah ataupun acara-acara parenting yang biasanya lebih didominasi oleh kaum ibu.
Ketika melihat ke sekolah, tempat kedua di mana anak banyak menghabiskan waktu, berdasarkan data dari Pusat Data Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK) tahun 2014-15, komposisi guru SD perempuan dibanding guru laki-laki 62,41%, sedangkan guru TK 96,81%.
Dari sini dapat diambil kesimpulan, baik di sekolah maupun di rumah, anak lebih banyak berinteraksi dengan perempuan. Di sekolah lebih banyak guru wanita di rumah lebih sering bertemu ibu.
Lantas apa masalahnya?
Menurut penelitian di Inggris dengan menggunakan SDQ, yaitu tes yang mengukur kesehatan psikologi anak, menunjukan bahwa anak yang menemukan figur dan merasakan peran ayah sejak dini dalam kehidupannya, memiliki kecenderungan lebih kreatif dan emosinya lebih terkontrol. Sementara anak yang tidak, sebanyak 63 % mengalami masalah psikologis seperti: merasa gelisah suasana hati yang mudah sekali berubah, fobia dan juga depresi. Sebanyak 56% memiliki daya tangkap di bawah rata-rata. Sebanyak 43 % anak sangat agresif terhadap orang tua (Mc.Hale, Johnson & Sinclair 2007).
Menurut Elly Risman, psikolog dan pakar parenting, pola pikir pria lebih mengedepankan logika, sedangkan wanita punya kecenderungan lebih mengedepankan perasan. Seorang ayah ketika bermain bersama anaknya, akan lebih berani menghadirkan permainan-permainan yang bersifat tantangan, sedikit kasar, melibatkan fisik, dan menguji anak utk mencoba hal baru sepanjang secara logikanya aman, sedangkan seorang ibu akan lebih khawatir.
Hal-hal seperti inilah yang pada akhirnya dapat memupuk keberanian dan mengasah kepercayaan diri anak untuk melakukan hal-hal yang tidak biasa atau belum pernah dilakukan.
Walaupun tak mengandung, keterlibatan ayahturut membantu ananda untuk menjadi lebih baik. Ayah dalam hal ini bukan hanya ayah kandung, bisa ayah tiri, kakek, paman dan lain-lain, yang bisa menjadi figur ayah.
Jadi para ayah, mulai sekarang sempatkan waktumu untuk ananda walau ayah letih sepulang kerja. Tapi tentunya tidak hanya ayah saja, karena keterlibatan orangtua dalam pengasuhan bersama (coparenting) akan memberikan dampak yang lebih baik dalam meningkatkan perkembangan anak (Martin & Colbert 1997). Karena ada peran figur ayah yang tidak akan bisa digantikan oleh figur ibu, demikian pula sebaliknya. Layaknya ”Yin dan Yang” dalam filosofi China, ayah maupun ibu memiliki peran pentingnya masing-masing dan saling melengkapi.
Halo ayah-ayah di Seluruh Indonesia, selamat Hari Ayah! Yuk berperan sebagai ayah sepenuhnya. (Agus Saptono - Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Kemdikbud)