Saya merasa semua orang tua memiliki pengalaman yang sama. Pada awalnya adalah anak yang tak mau diam. Orang tua kesal. Menganggap anak yang baik dan manis itu lebih banyak diamnya. Duduk rapi tidak banyak berteriak dan lari-lari. Sebab sekali anak banyak lari dan teriak, maka orang tua cemas dan terganggu.
Orang tua pun mencari solusi. Dilihatlah di saku, dompet atau genggaman tangan: sebuah gadget yang extra smart. Gadget yang kemarin diminta anak, tetapi orang tua tidak memberikannya. Karena waktu itu masih yakin bahwa jangan berikan gadget pada anak!
Tapi, orang tua sekarang lupa. Sebab, melihat anak ribut dan berlari itu memusingkan kepala. Anak harus didiamkan. Dan jika susah beranggapan demikian, maka oran tua dengan mudahnya akan memberikan gadget pada anaknya, ”Sini, Nak! Main gadget saja. Jangan teriak dan lari-lari terus!”
Adegan selanjutnya bisa ditebak, anak akan menghabiskan banyak waktu. Berjam-jam lamanya dengan bermain gadget. Saat sudah berhari-hari larut dengan gadget, mendadak orang tua cemas. Anaknya kini telah kecanduan.
Perkataan orang tua berapapun panjangnya tetap dicuekin. Orang tua kemudian bingung dan menyesal.
Apakah dengan kenyataan ini orang tua tidak menjauhkan gadget dari anak? Tentu saja bisa. Tapi karena anak sudah kategori kecanduan, orang tua ekstra memberikan terapi.
Tiga terapi berikut bisa menjadi solusi untuk mengatasi anak yang kecanduan gadget:
Pertama, terapi pengalihan. Pada awalnya orang tua memberikan gadget kepada anak agar tidak aktif dan ribut. Akibatnya anak bermain gadget seharian karena merasa hari itu tidak ada kegiatan wajib yang harus dilakukan.
Untuk itu, langkah awal mengurangi kecanduan gadget adalah dengan membuat pengalihan waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat. Orang tua harus membuat aktivitas wajib menyenangkan bagi anak pada waktu-waktu anak bermain gadget.
Aktivitas waktu pengalihan ini bisa berupa bimbingan belajar, bimbingan seni, wisata, nonton film, sampai pengalihan kewajiban untuk bermain di luar rumah. Dengan cara ini, waktu anak-anak bermain gadget akan terkurangi dan perlahan jika terapi pengalihan bisa menghadirkan kegiatan yang lebih menyenangkan, maka anak pun akan meninggalkan gadget.
Kedua, terapi literasi. Dasar berpikirnya, tidak ada yang salah anak-anak menggunakan gadget. Tapi menjadi persoalan jika yang diakses hanya game.
Anak menggunakan gadget hanya untuk bermain game umumnya disebabkan budaya literasi atau membaca yang rendah. Jika anak memiliki hobi baca yang bagus, maka gadget digunakan untuk mengakses berbagai dongeng, cerita atau informasi lain yang penting. Anak menggunakan gadget untuk membaca.
Untuk itu, orang tua perlu melakukan terapi literasi. Anak-anak dikondisikan memiliki budaya baca yang sebelum menggunakan gadget. Sehingga anak-anak tidak akan menggunakan gadget sekadar untuk bermain game, tetapi digunakan untuk membaca berbagai informasi dan cerita yang menarik.
Ketiga,terapi ketegasan. Terapi ini dilakukan bila anak sudah kecanduan gadget secara akut. Ketegasan ini dilakukan dengan, misalnya, melarang keras anak bermain gadget. Jika sudah ada ketegasan begini, maka orang tua juga harus memberikan contoh, tidak boleh menggunakan gadget untuk hal tidak penting di hadapan anak.
Awal terapi anak akan protes dan melakukan berbagai cara agar gadget-nya tidak disita. Tapi orang tua harus tegas melaksanakan aturan.
Dalam keadaan demikian, anak yang sedang kecewa, orang tua datang dengan terapi pengalihan dan literasi. Anak diajak untuk melakukan hal yang menyenangkan, bisa melalui bermain atau bercerita. Ini harus dilakukan secara intensif sampai anak benar-benar melupakan gadget, mulai asyik dengan aktivitas dan literasi yang dilakukan orang tua bersamanya.
Semoga melalui tiga terapi ini anak bisa lepas dari main game di gadget seharian dan bisa menggunakan gadget untuk pengembangan literasi yang lebih baik. (Dian Wahyu Sri Lestari – Kepala dan Tutor PAUD Wadas Kelir, Penulis BukuBacaan dan Aktivitas Anak)