Dunia pendidikan Indonesia menghadapi sebanyak tujuh tantangan dalam menghadapi satu abad Indonesia yang jatuh pada tahun 2045 mendatang.
Ketujuh tantangan itu dikemukakan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD dan Dikmas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harris Iskandar, pada pembukaan Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan dan Program Ditjen PAUD dan Dikmas Tahun 2019 di Makassar, 19 Februari 2019 kemarin.
Ketujuh tantangan itu, menurut Harris, adalah :
Pertama, Indonesia menghadapi apa yang namanya bonus demografi, yakni besarnya populasi masyarakat usia produktif, yakni usia 14-64tahun, yang pada rentang waktu 2020-2036 akan mencapai sekitar 52 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
“Hanya satu kali dalam sejarah Indonesia. Bonus demografi ini menjadi tantangan yang kalau tidak dimanfaatkan akan jadi beban, “ujar Harris.
Kedua, Di tengah bonus demografi ini, Indoneia mengalami apa yang disebut stunting atau kekerdilan, yaitu kondisi gizi buruk yang dialami bayi usia dibawah lima tahun. Kalau stunting ini tidak diatasi, kata Harris, bayi akan tumbuh tidak optimal. “Satu dari tiga anak Indoneia alami stunting. Saat ini, Indonesia berada diurutan 64 dari 65 negara yag mengalami stunting, “katanya.
Fenomena stunting ini, lanjut Harris, membuat Indonesia akan kehilangan 11 persen Groos Domestic Product (GDP). “Lembaga PAUD harus tahu masalah ini dan bagaimana solusinya. Begitu pula keluarga yang dalam hal ini orangtua juga harus tahu keadaan ini dan tahu solusinya, salah satnya nutrisi dan kesehatan anak harus dijaga, “tegasnya.
Ketiga, dalam sustainable Development Goal’s 2030, Indonesia sudah berkomitmen memenuhi 17 tujuan SDG’s, antara lain tidak ada lagi anak yang tidak ikut PAUD berkualitas. “Setiap tahun akan dimonitor dan diminta laporannya oleh PBB, “katanya.
Keempat, sistem pendidikan dasar dan menengah Indonesia belum sempurna. Salah satu indikatornya yaitu adanya anak putus sekolah di jenjang sekolah dasar sampai menengah. Data Kemendikbud, ada 1,2 juta siswa yang belum selesai pendidikan dasar namun langsung terjun langsung ke pasar kerja tanpa keteramilan. “PAUD jadi kuncinya, kita bekerja dua arah, melayani anak putus sekolah dan perbaikan system pendidikan, “kata Harris.
Kelima, pengangguran terbuka. Harris mengungkapkan perlunya dibentuk gerakan nasional atasi pengangguran.
Keenam, kemajuan sains dan teknologi, khususnya Teknologi Informasi. Menurut Harris, kemajuan TI saat ini mempengaruhi seluruh aspek kehiduan manusia.. Salah satunya, akan banyak jenis pekeraan hilang digantikan robot. Namun akan juga muncul pekerjaan baru jenis hybrid yang beum ada aturannya, seperti layanan transportasi online, toko online, dan sejenisnya.
Ketujuh, terbitnya berbagai aturan, antara lain Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu konsekuensinya, PAUD dan pendidikan dasar jadi kewenangan daerah. “Masalahnya, di satu sisi pusat tidak punya kewenangan namun di sisi lain masih banyak pemda yang masih kaku dan setengah hati melaksanakannya, “katanya.
Rakor pertama di tahun 2019 ini dihadiri sebanyak lebih dari 500 perwakilan dinas pendidikan kabupaten/kota wilayah Indonesia Timur. “ Rakor ini dilakukan bertujuan agar adanya koordinasi dan sinergi antara pusat dan pemerintah kota/kabupaten yang dberi amanah, “ujar Wartanto, Sekretaris Ditjen PAUD dan Dikmas.
Menurut Wartanto, sinergi dilakukan untuk memperluas akses dan mutu PAUD dan Dikmas.
“Ada target-target yang harus dilaporkan sebab kita belum memiliki data yang riil betul. Sebulan lagi semua kepala bidang yang hadir di rakor ini akan diundang untuk melaporkan apa target dan capaian yang hendak dituju sehingga akan terjadi sinergi betul, apa yang harus dilakukan pusat dan apa yang harus dilakukan daerah, “papar Wartanto. Yanuar Jatnika/MemetCasmat Foto : Dhoni Nurcahyo
Download disini