Saat jam pulang sekolah, ada satu kejadian yang menarik perhatian saya. Di depan gerbang sekolah, Ana yang sudah dijemput sang ibu menangis kencang.
Terdengar Ana meminta Es krim kepada ibunya. Akan tetapi ibu Ana tidak memberikannya karena Ana memang sedang flu tiga hari belakangan ini.
Namun, ibunya memberikan alasan yang salah. ”Jangan beli itu, itu racun, rasanya pahit!” Begitulah yang dikatakan ibu Ana.
Sayapun bertanya, ”Mengapa Ibu memberikan alasan bohong? Di jawab jujur pun Ana akan mengerti.”
Lantas si ibu bertanya kepada saya, ”Apa yang akan terjadi jika saya membohongi anak saya sendiri?”
Dalam teori tabula rasa, seorang anak yang terlahir dari rahim ibunya ibarat selembar kertas putih yang belum ternodai oleh apapun. Orangtua adalah yang pertama akan memberikan coretan pada kertas tersebut. Baik buruknya seorang anak tergantung bagaimana orangtua mencoretkan nilai-nilai kehidupan pada anaknya.
Anak adalah peniru yang ulung. Setiap kata, setiap tingkah laku yang orangtua lakukan akan diproses oleh akalnya dan ia akan menirunya.
Maka yang akan terjadi jika orangtua membohongi anaknya antara lain:
Memperoleh pengetahuan yang salah
Ketika seseorang memberikan informasi yang salah kepada anak tanpa ada klarifikasi di kemudian hari maka selamanya pengetahuan yang diterima anak tersebut adalah salah. Sejatinya informasi apapun yang diterima anak merupakan ilmu pengetahuan baginya. Jadi, jika informasi yang diberikan itu salah, maka sama artinya dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang salah kepada anak. Dampaknya, tentu akan berkelanjutan hingga anak dewasa.
Tertanam dalam diri anak, berbohong itu diperbolehkan
Ketika anak mengetahui bahwa orangtuanya berbohong atau membohongi dirinya, maka akan terekam dalam ingatannya dan akan tertanam pikirannya bahwa berbohong itu boleh. Mereka akan menganggap bahwa berbohong itu sah-sah saja karena orangtuanya juga melakukan. Suatu saat ketika anak dihadapkan dengan situasi yang sama, maka ia akan melakukan apa yang orangtuanya lakukan, yaitu berbohong.
Membantah jika ketahuan berbohong
Jika anak menganggap berbohong adalah hal yang sah, maka ketika kedapatan melakukannya ia akan membantah. Anak akan mengatakan, ”ibu/ayah juga berbohong, kenapa saya tidak boleh?” Jika sudah seperti itu akan sulit mengendalikan anak tersebut. Tidak menutup kemungkinan anak akan membantah ketika dinasihati, meskipun itu adalah kebenaran.
Tertanam karakter tidak jujur
Setelah anak memiliki pemikiran bahwa berbohong itu diperbolehkan, dampaknya akan berlajut hingga ia dewasa. Akan tertanam karakter tidak jujur. Sebagaimana yang kita ketahui, tri pusat pendidikan karakter yang pertama adalah orangtua. Orangtua adalah komponen pertama yang dapat membentuk karakter anak.
Jika dari kecil anak terbiasa diberi jawaban yang tidak jujur maka ia pun akan menjadi pribadi yang tidak jujur. Kemudian hal tersebut akan tertanam selamanya. Kelak ketika anak tumbuh dewasa, kebiasaan itu akan dibawanya di dunia pekerjaan, maupun yang lainnya. Karena sudah menjadi karakter dirinya.
Baca Juga : Ketika Anak Berbohong
Itulah bahaya yang terjadi jika kita berbohong pada anak. Kita tahu kebanyakan orangtua berbohong untuk menghindari masalah ataupun menjawab pertanyaan-pertanyaan aneh yang dilontarkan anak tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi.
Sejatinya tidak mungkin ada orangtua yang menginginkan anaknya menjadi pribadi yang tidak jujur. Oleh karena itu, sebaiknya hindari berkata bohong pada anak. Serumit apapun pertanyaan anak jawablah dengan jujur, dengan bahasa yang mudah diterima oleh anak.
Tak hanya itu, jika orang tua terlalu sering membohongi anak, lama kelamaan kepercayaan anak akan hilang. Ia tidak akan membercayai informasi apapun yang disampaikan orangtuanya karena dalam pikirannya sudah tertanam bahwa yang mereka sampaikan itu adalah bohong. Oleh sebab itu, ubahlah kebiasaan membohongi anak. (Choirur Rosyidah - Mahasiswa jurusan PIAUD IAIN Pekalongan. Foto: Fuji Rachman)