Pernahkah Anda melihat seorang anak sudah mahir memainkan fitur-fitur yang ada di telepon pintar? Apakah Anda juga pernah memperhatikan sekumpulan anak kecil berkumpul di suatu ruangan, namun suasana sunyi senyap. Tak ada celotehan, tak ada tawa riang, sebab masing-masing anak memegang telepon pintar, tablet dan asyik memainkan game?
Peristiwa tersebut adalah fakta yang terjadi di kota besar dan di pedesaan. Apakah itu suatu hal yang wajar sebagai bagian dari perkembangan teknologi?
Psikolog dan ahli terapi hypno, Rustika Thamrin S.Psi, mengingatkan akan efek buruk dari membiasakan anak-anak usia di bawah lima tahun memainkan gawai (gadget) secara berlebihan.
Saat Seminar Parenting dengan tema Parenting Our Child In Gadget Era di Global Sevilla, Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat, Kamis, 25 Fabruari 2016, Rustika menuturkan beberapa bahaya dari pembiasaan memainkan gawai secara berlebihan. Disebut berlebihan, jika anak memainkan gawai rata-rata 2 jam sehari.
Menurut Rustika, beberapa bahaya itu antara lain, pertama, hilangnya hubungan emosional dengan orang lain. Hal ini akan lebih parah bila kedua orang-tuanya juga gandrung berkomunikasi dengan media sosial, yang bisa mengakibatkan hilangnya hubungan emosional antara anak dan orang tua;
Kedua, hilangnya rasa empati. Keasyikan bermain-main dengan gawai, membuat seorang anak tidak mempunyai rasa empati, atau merasakan apa yang dirasakan dan dibutuhkan orang lain dari dirinya; Ketiga, timbulnya sikap egosentris. Terbiasa memainkan gawai hanya dengan sekali ‘klik’ atau sekali ‘pijit tombol’ membuat anak terbiasa melakukan sesuatu secara instan dan terbiasa melakukan apa yang diinginkan tanpa peduli orang lain;
Keempat, efek dari sikap egosentris itu menimbulkan perilaku agresif, malas bergaul, dan pasif; Kelima, berkurangnya, atau bahkan hilangnya motivasi untuk belajar. Terbiasa bermain gawai, membuat semangat belajar turun, malas belajar, bahkan malas bersekolah;
Keenam, kurang atau susah untuk berkonsentrasi. Terbiasa memainkan gawai dengan berbagai fitur secara intensif menyebabkan anak sulit berkonsentrasi; Ketujuh, mudah frustrasi dan depresi. Terbiasa memainkan gawai yang serba instan dalam waktu yang lama menyebabkan anak gampang frustrasi bila keinginannya tidak terpenuhi. Frustrasi yang dibiarkan akan berkembang lebih dalam menjadi depresi dan timbulnya psikosomatik. Salah satu gejalanya adalah tiap hari Senin atau pagi hari menjelang sekolah tiba-tiba sakit perut, mual atau sakit kepala sehingga menjadi alasan untuk membolos dari sekolah;
Kedelapan, kesepian dalam keramaian. Terlalu lama bermain gawai membuat anak merasa kesepian dalam keramaian. Ia secara tidak sadar menciptakan dinding pemisah antara dirinya dan lingkungan sekitarnya; Kedelapan, melakukan perundungan (bullying). Sifat egosentris, mudah frustrasi dan sifat anti sosial, akan menumbuhkan perilaku anak yang suka melakukan perundungan (bullying);
Kesembilan, tawuran. Saat remaja, anak akan gampang terlibat dalam tindakan tawuran; Kesepuluh, KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga). Bila akibat negatif bermain gawai dibiarkan, kelak bila sudah menikah, dia akan gampang tersulut emosinya sehingga mempermudah terjadinya KDRT; Kesebelas, korupsi. Terbiasa melakukan segala sesuatu serba instan, kelak bila sudah bekerja, dia akan gampang mengkorupsi. (Yanuar Jatnika)