Merawat Literasi di Ruang Digital
Abstrak:
Peran bahasa sangat vital dalam kehidupan sehari-hari. Manusia tidak akan mungkin saling berhubungan satu sama lain tanpa bahasa. Bahasa menjadi wujud literasi dalam bidang apa pun. Akan tetapi, apakah semua orang mampu menggunakan literasi secara bijak? Hal ini terkesan sangat sepele, tetapi dapat memberikan dampak yang besar dalam kehidupan manusia.
Dalam edukasi literasi, makna literasi tidak sekadar menulis, membaca, dan berhitung. Perkembangan serta kemajuan ilmu dan pengetahuan telah memunculkan stigma baru dalam aspek sosial. Penyerapan dan pemahaman literasi merupakan bagian dari penerimaan sumber-sumber informasi yang lebih akurat.
Pada dimensi keilmuan muncul pertanyaan apakah literasi juga perlu diadakan revitalisasi. Ini karena munculnya tantangan baru yang sifatnya marginal. Kondisi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor perubahan sosial, sering menimbulkan pemahaman literasi menjadi ambigu. Banyaknya penggunaan akronim, baik dari tutur kata sehari-hari maupun dalam komunikasi di ruang digital, sehingga kosakata memunculkan penangkapan makna berbeda.
Tentu tidak mudah melakukan sebuah revitalisasi di bidang literasi karena menyangkut banyak hal yang saling berhubungan dan bersinggungan. Ada proses transisi, transformasi, dan edukasi dari pelbagai disiplin ilmu, antara lain peran linguistik, pedagogik, dan etimologi bahasa, tetapitenaga ahli di bidang ini sangat terbatas.
Ruang Siber dan Internet
Literasi digital adalah kemampuan seseorang untuk memanfaatkan informasi dalam berbagai bentuk, baik menggunakan perangkat komputer maupun ponsel. Secara teori, literasi digital diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis dalam bentuk digital. Merujuk pada buku klasik Gilster (1997) berjudul Digital Literacy, literasi digital didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam pelbagai format yang berasal dari berbagai sumber dan disajikan dalam perangkat teknologi, seperti komputer.
Dalam keseharian masyarakat saat ini sangat tergantung pada penggunaan internet. Meskipun hal tersebut bukanlah sebuah kebutuhan primer, kebutuhan informasi dan berita, termasuk berkomunikasi, menjadi kebutuhan yang sulit dihindari. Hampir setiap orang akan berhubungan dengan ruang siber.
Kemajuan ilmu dan teknologi juga telah menggiring kepada revolusi logika yang terkadang dianggap sebagai bagian dari kelangsungan hidup (peradaban manusia). Sangat diperlukan sebuah riset analisis sebab-akibat dari pelbagai dampak yang muncul. Adanya penemuan alat kecerdasan buatan (artificial intelligence) seolah mampu menjawab tantangan revolusi logika meskipundibutuhkan seberapa jauh indikator yang dicapai.
Problem dasar yang harus dipahami adalah sebab-akibat yang dihadapi. Apakah kehadiran artificial intelligence (AI) di ruang siber menjadi sebuah solusi dari efisiensi pemikiran manual atau justru berdampak negatif pada kemampuan olah pikir dan nalar kritis? Hal yang perlu dipikirkan adalah proses pembelajaran peserta didik harus didasari oleh kemampuan olah pikir kritis. Efek positifnya akan melahirkan generasi yang tangguh dan berperilaku baik.
Sering kali muncul pertanyaan bagaimana cara menggunakan fitur literasi secara baik dan benar pada ruang siber atau media digital. Apakah kita mampu menggunakan secara bijak ruang siber atau digital? Atau berpikir dengan jalan pintas dan instan, menggunakan kecepatan robot pintar AI? Hal ini disebabkan dalam memahami karakteristik literasi digital dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang cukup. Jika kita terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan ruang siber atau digital, tentu tidak akan bisa terlepas dari peran internet yang menjadi objek penghubung dalam aktivitas tersebut. Ada baiknya kita melakukan perenungan sebelum mengenal ruang siber.
Ruang siber sering dianalogikan sebagai ruang maya, sebagai perangkat teknologi yang menghubungkan sistem operasi dan pelaku sistem untuk melakukan interaksi satu sama lainnya. Interaksi untuk berbagi dan mendapat informasi selalu bersifat simbiosis mutualisme dan generalisasi.
Di sini, peran literasi dan/atau bahasa menjadi entitas hidup seakan-akan interaksi itu berada pada ruang nyata. Sayangnya, sebagian besar masyarakat masih rendah pemahamannya tentang literasi digital. Kemampuan analisis sebab-akibat belum mampu menjangkau informasi akurat dan tepat. Kasus-kasus psikologis banyak menerpa para konsumen dalam membuat simpulanyang bersifat individual.
Mengapa peran bahasa menjadi sangat penting dalam proses kegiatan interaksi di ruang siber? Sebagaimana kita ketahui bahwa interaksi pada ruang siber (ruang maya), yang salah satunya sangat umum dikatakan sebagai jejaring sosial, dilakukan dengan tidak menggunakan bahasa tubuh. Hal ini akan menimbulkan pesan-pesan samar dalam menerjemahkannya.
Keterampilan olah pikir yang cepat dan serba instan dengan kemampuan yang berbeda-beda sangat diperlukan. Konstruksi pikiran manusia berbeda satu sama lain sehingga kemajuan teknologi seakan dijadikan jembatan untuk mengatasi keterbatasan ini. Kecepatan kemajuan teknologi juga memacu revolusi logika yang dianggap menjadi tuntutan zaman. Membaca karakteristik manusia dapat dilakukan hanya dengan mempelajari karakteristik literasi dan numerasi.
Kita tidak menampik bahwa kehadiran AI dalam pengembangan teknologi tentu juga membawa dampak positif. Akan tetapi, seyogianya manfaat edukasi harus berjalan seimbang antara konsep tekstual dan kontekstual. Dengan demikian, pembelajar juga mampu berpikir analitis terhadap masalah-masalah yang dihadapi, terutama untuk mengurangi risiko psikis dalam perkembangan mental.
Adakalanya para pengguna ruang siber berintrospeksi diri dari keterlibatannya pada ruang siber atau ruang maya. Cara berliterasi di ruang maya juga merupakan sebuah edukasi, terutama untuk kesehatan mental. Ruang siber yang tentunya sangat bergantung pada jaringan internet seyogianya memudahkan pengguna dalam berinteraksi secara cepat. Internet memudahkan kita dalam mendapatkan informasi secara cepat. Setiap saat kita sangat bergantung pada media sosial yang terkoneksi dengan jaringan internet. Apakah semua orang mampu menggunakannya secara baik dan benar?
Kemudahan juga memunculkan kekhawatiran kita tentang bagaimana pengguna internet yang terus menerus akan mengubah cara kita dalam berpikir. Internet sering kali memecah perhatian dan menghambat kemampuan kita untuk fokus dan memproses informasi secara mendalam. Di sisi lain, internet juga memengaruhi proses pembelajaran, aktivitas dan hubungan interaksi sosial di antara pengguna ruang siber. Ada baiknya kita keluar sejenak dari ruang maya dan memikirkan dampak terhadap diri kita sendiri. Bagaimana sebaiknya mengeksplorasi cara penggunaan internet secara bijaksana?
Kerap kali kita melihat unggahan yang memperlihatkan kekerasan atau gambar/video perundungan di sosial media. Kemudian kita tertarik untuk mengunggah ulang di pelbagai jejaring sosial. Mungkin, kita merasa bangga, merasa hebat melakukan itu. Akan tetapi, tanpa disadari kita telah mengotori makna edukasi sosial. Kita terjebak dengan pemaknaan citra diri, seakan-akan kita juga menjadi populer. Ini sama halnya kita belum siap menjadi dewasa dan bijak dalam bersosial media. Kemampuan nalar kita berkurang karena ketidakmampuan kita menganalisis sebab-akibat yang akan menyebabkan sebuah dampak negatif atau positif. Seyogianya, edukasi sosial dapat dilakukan oleh siapa saja, tanpa perlu pendidikan formal.
Ruang maya memang sangat membantu kita dalam mendapatkan informasi dan berita yang menarik. Siapa saja mampu berkomunikasi dengan orang lain tanpa perlu bertemu secara langsung. Akan tetapi, perlu diingat ada batasan yang mengikat untuk menjaga kelestarian kosakata bahasa kita yang kian hari kian tergerus oleh kondisi sosial yang begitu agresif. Teknologi digital telah mengubah cara kita untuk berinteraksi dengan orang lain. Media sosial sering membuat kita nyaman berinteraksi dengan teknologi daripada dengan manusia sesungguhnya. Hal ini mengurangi interaksi tatap muka, menurunkan empati, dan menghambat kemampuan kita untuk membentuk hubungan yang lebih bermakna. Ini juga berdampak pada kemampuan psikologis kita yang sesungguhnya berada dalam ruang tertutup karena hanya berhubungan dengan teknologi.
Situasi ini, tanpa disadari juga berpengaruh kepada kemampuan literasi yang mencakup baca, tulis, dan menganalisis sebab-akibat karena kurangnya perhatian dan pendekatan emosional yang sebenarnya. Kemampuan literasi juga sering melibatkan bahasa tubuh (body language) untuk memberi respons secara utuh kepada lawan bicara.
Perlu ada keseimbangan konektivitas antara digital dengn kebutuhan akan hubungan manusia. Dalam pandangan manusia sebagai makhluk sosial, perlu ada perenungan bagaimana dampak teknologi digital terhadap kehidupan nyata. Sejauh mana kemampuan literasi masyarakat menyerap serta memahami karakteristik literasi digital? Apakah dampak yang diperoleh cenderung lebih baik, atau malah sebaliknya?
Penguasaan literasi umum serta literasi digital sebagian besar masyarakat masih rendah. Oleh karena itu, perlu alat ukur atau indikator bahwa literasi tidak hanya dipakai dalam pendidikan formal. Luangkan waktu untuk kegiatan yang melibatkan pemikiran kritis di luar ruang digital. sehingga kita betul-betul dapat menggunakan internet secara tepat tanpa mengurangi kualitas pikiran dan kehidupan. Dalam silogisme interaksi sosial melalui media sosial, literasi tidak sekadar soal mencapai tujuan dalam mengoperasikan perangkat, tetapi lebih dari itu, bagaimana mengelola cara berpikir dengan menggunakan literasi digital.
Sumber : https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/4317/merawat--literasi-di-ruang-digital